RO - Video siswi SMK digerayangi viral sejak kemarin (9/3/2020), dimana seorang siswi digerayangi oleh para siswa di salah satu SMK di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara (Sulut).

video yang viral itu berdurasi 26 detik. Dalam video yang tampak di dalam kelas itu, terlihat seseorang yang mengenakan seragam putih-abu-abu dipegangi kaki dan tangannya oleh sejumlah orang. Organ intim si siswi dipegang-pegang, baik oleh pria maupun wanita yang memegangi kaki dan tangan si siswi.


Kepada media, para siswa tersebut mengaku iseng melakukan pelecehan itu kepada teman wanitanya. kini para siswa tersebut telah diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Pelaku sudah diamankan, lagi diperiksa di kantor polisi, di Mapolsek Bolaang. Dimintai keterangan ada 6 orang siswa dan siswi," kata Kabid Humas Polda Sulawesi Utara (Sulut) Kombes Jules Abraham Abast, Selasa (10/3/2020).

Jules menuturkan lima pelajar yaitu 3 siswa dan 2 siswi diduga sebagai pelaku. Sementara seorang siswi yang diamankan adalah korban berinsial RG.
"Cowoknya 3 (orang), ceweknya 3 (orang). Inisial pelaku dalam video Saudara RM, Saudara FL, Saudara NP, Saudari PN, Saudari NR Korbannya Saudari RG," ujar Jules.


Sementara itu, Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bolmong Farida Mooduto menyatakan, pihaknya melakukan pendampingan terhadap siswa korban dan lima siswa tersebut.

“Mereka sama-sama korban jadi kami berikan pemdampingan psikologis,” katanya. Farida menegaskan pihaknya bakal mengawal kasus tersebut.

Sebelumnya, video itu diduga direkam pada tanggal 26 Februari 2020 lalu. Namun baru viral pada Senin kemarin karena diunggah ke sosial media oleh salah satu siswa yang merekamnya.

Video tersebut juga menuai respon dari Ombudsman RI. Anggota Ombudsman Ninik Rahayu kepada wartawan mengatakan, kasus tersebut menunjukan kegagalan sekolah dalam mencegah pelecehan seksual di lingkungan sekolah.

“Beredarnya video pelecehan seksual di sekolah semakin memperpanjang jumlah kegagalan sekolah mencegah terjadinya pelecehan di sekolah. Korban kekerasan seksual umumnya diam, tidak berani melapor, apalagi dengan sistem pencegahan dan penanganan di sekolah yang tidak memadai, maka kejadian terus berulang,” kata anggota Ombudsman Ninik Rahayu kepada wartawan, Selasa (10/3/2020).

Ia meminta pihak sekolah melakukan langkah-langkah pencegahan denga cara melakukan pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak didik, larangan melakukan kekerasan dan penyiksaan seksual harus diintegrasikan dalam pelajaran sekolah.

“Pendidikan ini jangan lalu dianggap memberi pendidikan pornografi pada anak, melainkan sebaliknya anak dididik untuk mengetahui dan memahami kesehatan reproduksi perempuan, menjaga dan melindungi reproduksi perempuan, dan menjauhkan serta menghapuskan segala bentuk kekerasan seksual, terutama pada anak perempuan,” pungkasnya. (RO)